• PKBM NGUDI MAKMUR
  • Bersama Kita Bisa....

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF

Paradigma kualitatif bersifat induktif, yaitu pada ranah empirik melakukan amatan terhadap fakta atau peristiwa untuk membentuk dan  memodifikasi dalil serta menata dalil menjadi teori pada ranah abstrak. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu penelitian inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksi simbolik, perspektif kedalam, etnometodologi, studi kasus, interpratatif, ekologis, dan deskriptif.  Secara lebih sederhana Yunus (2009) membedakan bahwa penelitian berparadigma kualitatif menekankan pada proses, sedangkan penelitian berparadigma kuantitatif menekankan pada produk. Sekali lagi, pandangan tersebut memberi gambaran tegas perbedaan antara kualitatif dengan kuantitatif. Salah satunya disajikan pada Tabel di bawah ini. 

 Asumsi

Pertanyaan

Kuantitatif

Kualitatif

Ontologis

Apa realitas?

Obyektif, tunggal, terpisah dari peneliti

Subyektif, ganda, seperti yang dilihat penelti

Episto-mologis

Hubungan peneliti dengan objek?

Peneliti independen

Peneliti berinteraksi dengan yang diteliti

Aksiologis

Peranan nilai ?

Bebas nilai dan tidak bias

Terikat nilai dan bias

Retorik

Bahasa penelitian?

·  Formal;

·  melibatkan seperangkat definisi

·   Informal;

·   melibatkan keputusan-keputusan

Metodologis

Proses penelitian?

·Deduktif;

·Hubungan sebab akibat;

·Rancangan statis;

·Bebas konteks;

·Generalisasi yang mengarah prediksi, eksplorasi, pemahaman;

·Akurasi & reliabel lewat uji

·   Induktif;

·   Faktor terbentuk secara silmutan timbal balik;

·   Rencana berkembang;

·   Terikat konteks;

·   Pola & teori untuk pemahaman;

·   Akurasi & reliabel lewat pembuktian

Sumber : Modifikasi Cresswel, 2000 dalam Slamet 2006

  Berdasarkan tabel tersebut jelas sekali adanya perbedaan pandangan yang saling berlawanan antara paradigma kualitatif dan kuantitatif.  Difinisi paradigma di atas menyebutkan bahwa paradigma memberikan pandangan lebih bermanfaat atau kurang bermanfaat. Paradigma akan mempengaruhi pandangan seseorang atau komunitas apa yang adil atau tidak adil, apa yang baik dan tidak baik (Fakih, 2002). Lebih lanjut ditegaskan bahwa melalui paradigma akan ada dua orang atau komunitas melihat suatu realitas sosial yang sama, akan menghasilkan pandangan, penilaian, dan sikap yang berbeda. Dengan demikian jelas sekali bahwa paradigma sangat berpengaruh terhadap teori dan analisis yang dianut seseorang atau komunitas dalam mengambil kebijakan dan keputusan. Habermas membagi paradigma  ilmu sosial menjadi tiga yaitu instrumental knowledge, hermeneutic knowledge,  dan critical/emancipatory knowledge (Fakih, 2002). Instrumental knowledge berakar pada paham positivisme yang berpandangan bahwa ilmu sosial dikembangkan dari pandangan, metode, dan teknik ilmu alam dalam memahami realitas. Dalam rangka memahami objektivitas atas realitas sosial dalam metode ilmiah, maka harus dipisahkan antara fakta dengan nilai. Pandangan instrumental knowledge ini termasuk dalam paradigma kuantitatif. Aplikasi dalam kehidupan sosial kita sangat nyata, yaitu banyak kehidupan berinstrumen pada angka-angka yang dianalisis secara statistik. Misalnya untuk mengukur kepandaian seseorang diukur dari nilai raport, nilai ujian nasional, indeks prestasi. Kebijakan pemerintah dalam mengukur keberhasilan pembangunan juga didasarkan pada angka-angka, seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, indek kesejahteraan dan lainnya, tidak terkecuali penelitian-penelitian ilmiah bidang sosial yang banyak dilakukan oleh perguruan tinggi.

Sementara itu hermeneutic knowledge  dan critical/emancipatory knowledge ini masuk dalam paradigma kualitatif. Seringkali Hermeneutic knowledge  disemboyankan dengan “biarlah fakta berbicara atas nama dirinya sendiri” (Fakih, 2002). Sementara critical/emancipatory knowledge dipahami sebagai proses untuk memanusiawikan manusia, sehingga dalam analisis suatu kajian ilmiah harus berpihak kepada perbaikan kehidupan manusia.

Pada dasarnya paradigma kualitatif melihat bahwa realitas sosial harus dipahami dari ilmu sosial dan keberpihakan pada manusia, bukan seperti paradigma kuantitatif yang melihat realitas sosial dengan pendekatan ilmu alam. Dalam fakta kehidupan saat ini paradigma kuantitatif jauh lebih mewarnai daripada paradigma kualitatif. Realitas soaial hasil kajian paradigma kuantitatif juga bisa disaksikan dalam kehidupan kita. Akan tetapi, untuk ketiga kalinya dalam tulisan ini menyebutkan penjelasan paradigma, bahwa paradigma memberikan pandangan lebih bermanfaat atau kurang bermanfaat. Antara paradigma kualitatif dan kuantitatif, mana yang lebih bermanfaat bagi khususnya ilmu sosial ? Pendekatan apa yang tepat untuk mengkaji dan memahami anarkisme dalam masyarakat, ketimpangan kesejahteraan,  adaptasi masyarakat terhadap bencana, patologi sosial, dan lain sebagainya.

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Tujuan dan Fungsi Pendidikan Luar Sekolah,Menurut Marzuki (2010), tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat seca

24/04/2025 15:15 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 3 kali
CIRI-CIRI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pendidikan luar sekolah lebih kepada praktisi agar warga belajar mampu menerapkan dalam pekerjaannya, tidak memandang usia, tidak di bagi atas jenjang, waktu penyampaian yang singkat ka

24/04/2025 15:13 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 3 kali
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan di luar sistem formal, tidak terikat jenjang dan struktur persekolahan dengan memberikan layanan kepada sasaran di

24/04/2025 15:12 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 3 kali
SATUAN DAN PROGRAM PLS

Kemajuan bidang PLS di Indonesia salah satunya ditandai oleh tercantumnya satuan dan program PLS di dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Di pasal 26 ayat 4 undang-undang tersebut disebu

22/04/2025 18:47 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
TIPE PLS

Boyle (1981) membedakan program PLS dari segi perencanaan­nya kedalam tiga tipe, yaitu (a) developmental, (b) institutional, dan (c) informational. Program devel

22/04/2025 18:46 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
WARGA BELAJAR DI PLS

Untuk menjadi peserta didik PLS pada dasarnya tidak ada per­syaratan yang ketat. Siapa pun yang sadar bahwa dirinya butuh belajar tentang sesuatu hal agar dapat melaksanakan tugasny

22/04/2025 18:43 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
PRINSIP PLS

Prinsip dasar pertama kegiatan PLS adalah Lifelong Learning (belajar sepanjang hayat). Prinsip ini sebetulnya merupakan pokok pikiran yang sesuai dengan hakikat, realitas, dan

22/04/2025 18:42 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
RUANG LINGKUP PLS

Untuk mengetahui ruang lingkup PLS perlu dilihat terlebih dahulu ruang lingkup pendidikan. Bapak pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantoro, dalam andil perjuangannya untuk kemerdekaa

22/04/2025 18:41 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
PKBM TERDEKAT

Bagi Warga Negara Indonesia yang karena sesuatu hal harus berhenti melanjutkan pendidikan pada tingkat dasar, dan belum/tidak tertampung di sekolah-sekolah formal karena faktor usia ata

22/04/2025 14:48 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 5 kali
KOMPONEN PKBM

Menurut Departemen Pendidikan Nasional, Komponen PKBM terdiri dari:   a. Komunitas binaan Setiap PKBM memiliki komunitas yang menjadi tujuan atau sasaran pengembangannya. Komuni

15/04/2025 11:16 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 13 kali