• PKBM NGUDI MAKMUR
  • Bersama Kita Bisa....

MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT DI ERA DIGITAL

  1. PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia semakin mengandalkan teknologi informasi yang berkembang pesat, menghasilkan kemajuan dan efektivitas dalam proses belajar -mengajar (Pramesworo dkk., 2023). Namun, di era globalisasi ini, masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya minat baca masyarakat (Trisiana, 2020). Negara Indonesia sebagai negara berkembang, minat baca di kalangan masyarakat masih relatif rendah. Salah satu ciri negara maju adalah masyarakat yang gemar membaca. Ini menjadi masalah penting yang perlu diatasi. Di negara-negara maju, membaca sudah menjadi tradisi atau budaya yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di masyarakat (Yahya dkk., 2021).

Minat baca masyarakatdi Indonesia tergolong sangat rendah di tingkat global (Damaianti dkk., 2020). Anak Indonesia yang menyukai membaca sangat minim, sementara lainnya masih belum tertarik dan kurang memiliki budaya membaca (Sofyan dkk., 2024). Hal ini disebabkan oleh minimnya dukungan, faktor lingkungan, dan kesulitan dalam mendapatkan buku bacaan (Anwas dkk., 2022). Budaya membaca di Indonesia berada pada tingkat terendah di Asia (Kartikasari & Nuryasana, 2022). Untuk mengatasi hal ini, masyarakat Indonesia perlu mengambil langkah-langkah kreatif dan strategis untuk meningkatkan minat baca mereka dengan memajukan budaya literasi (Hibatulloh dkk., 2023).

Perpustakaan saat ini tersedia di banyak daerah, baik di kota maupun kabupaten, sebagai sarana bagi masyarakat dalam mencari pengetahuan yang bermanfaat (Strover dkk., 2020). Di era digital perpustakaan mulai tertinggal dan kalah oleh internet yang lebih praktis dan efisien (Martzoukou, 2021). Segala sesuatu bisa ditemukan di internet tanpa perlu mengunjungi perpustakaan, meski seringkali sulit dipastikan kebenarannya (Shafiq dkk., 2022). Untuk meningkatkan minat baca masyarakat di era digital, perpustakaan perlu menerapkan strategi pengelolaan yang inovatif seperti : digitalisasi koleksi buku, menyediakan akses online ke berbagai sumber dan memanfaatkan media sosial untuk menarik minat masyarakat (Ramadhan, 2023).

Sebagai acuan dan perbandingan, peneliti menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian Ni Kadek Cintya Dewi dan Ni Wayan Rustiarini yang berjudul “Penataan Perpustakaan Desa untuk Meningkatkan  Literasi  Membaca”. Kedua, pene litian Habiba Noer Maulida yang berjudul “Peran perpustakaan daerah dalam pengembangan minat baca di masyarakat”. Ketiga penelitian dari Fany Isti Fauzia Suryana dkk, yang berjudul “Pengelolaan Layanan Perpustakaan Sekolah Dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa”.

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, dapat disimpulkan bahwa sudah ada penelitian yang membahas mengenai minat baca masyarakat. Jika dicermati lebih jauh, terdapat persamaan variabel, yaitu fokus pada perpustakaan dan minat baca masyarakat. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini. Penelitian terdahulu hanya difokuskan pada pengelolaan dan peran perpustakaan dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Pada penelitian ini, selain membahas manajemen perpustakaan, akan membahas juga inovasi-inovasi digital yang dapat diterapkan untuk menarik minat baca masyarakat di era digital, termasuk integrasi teknologi, penggunaan platform digital, dan strategi promosi berbasis media sosial.

 

Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi pengelolaan perpustakaan yang efektif dalam meningkatkan minat baca masyarakatdi era digital. Strategi yang efektif dapat membantu perpustakaan meningkatkan kualitas literasi masyarakat, memperluas daya tarik membaca, serta menyediakan bahan bacaan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Definisi Perpustakaan

Perpustakaan sebagai pusat informasi memiiki peran tradisional dalam menyediakan berbagai sumber pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan pengunjungya (Panda & Kaur, 2023). Sumber-sumber informasi tersebut bervariasi, mulai dari interaksi dengan individu organisasi, hingga ketersediaan karya-karya literatur dan layanan informasi. Perpustakaan bertindak sebagai jembatan antara penggunaan dengan beragam sumber informasi, memfasilitasi akses yang mudah dan membantu pengguna dalam menemukan informasi yang mereka butuhkan (Diseiye dkk., 2024).

Menurut UU No. 43 Tahun 2007, Pasal 1 Ayat 1, perpustakaan merupakan sebuah institusi yang bertugas secara profesional, pengelola berbagai macam koleksi seperti karya tulis, cetak, dan rekam. Tujuan utamanya adalah memastikan koleksi tersebut disusun dan dijaga dengan siste m yang telah ditetapkan. Tujuan dari pengelolaan ini adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk kedalam bidang pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi. Dengan kata lain perpustakaan bukan hanya sekedar tempat penyimpanan buku, tetapi menjadi pusat yang telah menyediakan akses terhadap beragam pengetahuan (Mulyadi, 2021).

Pada tahun 1970, American Library association memperluas definisi perpustakaan yaitu sebgai tempat pusat media belajar, pusat sumber pendidikan, pusat informasi, pusat dokumentasi, dan pusat referensi. Menurut kamus “The Oxford English Dictionary”, istilah “Library” atau perpustakaan mulai digunakan dalam bahasa inggris pada tahun 1374, yaitu suatu tempat di mana buku-buku diatur untuk dibaca, dipelajari, atau digunakansebagai referensi.

Darmo menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan pusat utama untuk belajar mendapat informasi bagi penggunanya. Perpustakaan juga dianggap sebagai tempat dimana koleksi buku-buku disimpan dan disusun sedemikian rupa untuk menjadi media pembelajaran. Menurut Ibnu Ahmad Saleh, perpustakaan merupakan lokasi dimana berbagai pustaka dikumpulkan dan dikelola dengan sistem tertentu agar dapat di akses dengan mudah dan cepat saat diperlukan. Dengan kata lain, perpustakaan berfungsi sebagai sumber daya penting bagi pembelajaran, penelitian, dengan koleksi yang tersedia, yang disusun secara struktur untuk memfasilitasi akses yang efisien (Sudirman Anwar dkk., 2019).

Dalam buku Hamid Sakti Wibowo yang berjudul “Pedoman Perpustakaan”, Perpustakaan merupakan suatu tempat dimana buku dan materi pustaka lainnya di simpan dan dipinjamkan kepada masyaraka, dengan tujuan memberikan akses kepada mereka. Khususnya mahasiswa, pelajar, dan peneliti untuk mencari dan menggunakan informasi guna meningkatkan pengetahuan dan memecahkan masalah. Perpustakaan juga berperan dalam mengembangkan literasi dan memperkuat fondasi akademik dan itelektual masyarakat secara umum. Meskipun begitu ada berbagai jenis perpustakaan dengan kebijakan, koleksi,dan tujuan yang berbeda-beda, seperti perpustakaan sekolah, universitas, dan perusahaan (Wibowo, 2023).

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan merupakan pusat informasi yang menyediakan beragam sumber pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung melalui koleksi-koleksi yang teratur dan dijaga dengan baik. Perpustakaan bertindak sebagi jembatan anatara pengguna dengan sumber informasi dengan menfasilitasi akses yang mudah dan membantu menemukan informasi yang dibutuhkan.

 

Kondisi Minat Baca di Indonesia

Minat baca adalah ketertarikan yang muncul dari keinginan dan dorongan alami untuk menginterpretasikan teks tertulis (Belvar dkk., 2024). Hal tersebut berawal dari kemauan pribadi untuk terlibat dalam proses membaca tanpa paksaan dari pihak lain, yang di dorong oleh kepuasan pribadi dan upaya yang dilakukan secara sadar. Tingkat minat baca yang tinggi tercermin dalam kemauan untuk mencari bahan bacaan secara aktif dan kemuadian membacanya dengan kesadaran sendiri. Tujuannya untuk mencapai pemahaman mendalam yang dapat diukur.

Cole, Eliot, dan Sugiarto mendefinisikan minat baca sebagai karakteristik yang melekat dalam proses pembelajaran sepanjang hayat yang berperan dalam perkembangan individu. Termasuk dalam hal memecahkan masalah, memahami orang lain, menciptakan rasa aman, memperbaiki hubungan interpersonal, dan meningkatkan penghargaan terhadap aktivitas sehari-hari (Wirahyuni, 2017). Menurut siregar minat baca adalah dorongan dan keinginan yang tinggi untuk melakukan kegiatan membaca. Pendapat ini sejalan dengan pandangan minat baca darmono, yang menyatakan bahwa minat baca merupakan dorongan jiwa seseorang untuk melakukan aktivitas membaca (Putri, 2020).

Minat baca anak-anak Indonesia yang rendah sangat memprihatinkan. Hasil tes TIMSS 2003 menunjukkan prestasi siswa kelas II SMP Indonesia berada di peringkat 34 dari 50 negara dalam bidang matematika dengan skor 411, di bawah rata-rata internasional 467. Bidang ilmu pengetahuan, Indonesia menduduki peringkat 36 dengan skor 420, juga di bawah rata-rata internasional 474. Siswa Malaysia meraih peringkat 10 dalam matematika dengan skor 508 dan peringkat 20 dalam ilmu pengetahuan dengan skor 510, keduanya di atas rata-rata internasional. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan siswa Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lain seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Menurut Baderi yang mengutip laporan UNDP tahun 2003 dalam “ Human Development Report 2003”, Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) menunjukkan bahwa "pembangunan manusia di Indonesia" berada di peringkat ke-112 dari 174 negara yang dievaluasi.

 

Negara Vietnam berada di peringkat ke-109. Namun, negara ini lebih optimis bahwa dengan menjadikan "pembangunan manusia" sebagai prioritas utama, karena akan mampu mengejar ketertinggalan yang selama ini di alami (Setyawatira, 2020).

Berdasarkan laporan World’s Most Literate Nations Ranked tahun 2016 menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei, hanya lebih baik dari Botswana, sebuah negara di Afrika yang merupakan bekas jajahan Inggris. Dibandingkan dengan negara -negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia jauh tertinggal dari Singapura yang berada di peringkat 36, Malaysia di peringkat 53, dan Thailand di peringkat 59. Empat tahun sebelumnya, UNESCO merilis data pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa indeks membaca di Indonesia hanya 0,001 persen, yang berarti hanya satu dari 1.000 orang yang memiliki minat baca.

Program PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009 melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa sekolah menengah di Indonesia, selain matematika dan sains, berada di peringkat 57 dari 65 negara. Pada tahun 2012, posisi ini turun ke peringkat 64 dengan skor 396, jauh di bawah rata-rata skor 496 (OECD, 2014). Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum berhasil memfungsikan sekolah sebagai tempat untuk meningkatkan keterampilan membaca yang mendukung pembelajaran seumur hidup.

Budaya membaca di Indonesia sebenarnya tidak diwariskan oleh nenek moyang. Indonesia juga baru saja bebas dari buta huruf. Sistem pemerintahan kolonial tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk belajar membaca. Pendidikan formal untuk kaum pribumi baru dimulai s etelah Belanda menerapkan Politik Etisch, itupun hanya terbatas untuk kaum bangsawan. Kasiyun menyatakan bahwa tradisi nenek moyang di Indonesia lebih mengutamakan budaya mendengarkan. Misalnya, masyarakat jawa bisa bertahan semalaman untuk menyaksikan pagelaran wayang. Tradisi Macapat melibatkan seseorang membaca buku dalam situasi tertentu yang disimak oleh orang lain. Karya seperti Mahabharata dan Serat Menak menjadi populer setelah diangkat ke dalam sastra lisan melalui pagelaran wayang dan kentrung (Mansyur, 2019).

Rendahnya minat bacamasyarakatmenjadi masalah serius yang harus diatasi oleh bangsa

kita, karena salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya ketersediaan bahan bacaan. Sejak tahun 1960-an, Indonesia telah mengembangkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM), namun sangat disayangkan bahwa dari 7.000 TBM yang ada, 5.500 di antaranya mengalami kegagalan. Oleh karena itu, diadakan pertemuan TBM se-Indonesia pada 10-12 Juli 2005 di Solo. Pertemuan ini, diakui bahwa para pengelola TBM, terutama yang berada di luar Jawa dan di daerah pedesaan, menghadapi kendala dalam pendanaan serta kurang memahami cara yang efektif untuk meningkatkan minat baca.

Menurut Baderi, jika kondisi ini dibiarkan dalam persaingan global akan terus tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lainnya dan negara maju. Negara Indonesia tidak akan mampu mengatasi berbagai persoalan sosial, politik, ekonomi, dan budaya selama sumber daya manusia tidak kompetitif akibat kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolo gi, yang disebabkan oleh lemahnya kemauan dan kemampuan membaca.

H.A.R. Tilaar berpendapat bahwa untuk mengubah perilaku masyarakat agar gemar membaca diperlukan perubahan budaya atau perubahan perilaku dari anggota masyarakat. Perubahan budaya ini membutuhkan proses dan waktu yang panjang, sekitar satu atau dua generasi, tergantung pada keterlibatan pemerintah dan partisipasi masyarakat. Satu generasi diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 15-25 tahun (Setyawatira, 2020).

Dari pembahasan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kondisi minat baca masyarakatdi Indonesia sangat memprihatinkan dan tertinggal jauh dibandingkan dengan negara - negara  lain,  termasuk beberapa  negara  tetangga  di Asia  Tenggara.  Meskipun Taman Bacaan

Masyarakat sudah ada, namun budaya membaca minim, sementara ketersediaan bahan bacaan terbatas. Perubahan budaya diperlukan, meskipun membutuhkan waktu yang panjang, untuk meningkatkan kompetitivitas bangsa dan mengatasi berbagai persoalan. Diperlukan upaya serius dan terintegrasi dari pemerintah dan masyarakat.

Transformasi Perpustakaan Menuju Model Berbasis Digital

Beberapa tahun terakhir, dunia teks dan media cetak menghadapi tantangan dari inovasi teknologi yang terus berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) perpustakaan juga harus beradaptasi dengan perubahan ini. Di era modern ini, perpustakaan diakui sebagai salah satu agen perubahan yang signifikan. Hal ini karena perpustakaan adalah tempat di mana informasi disimpan dan berbagi, serta merupakan tempat kelahiran ide-ide intelektual. Dahulu perpustakaan hanya dianggap sebagai tempat penyimpanan buku, kini telah berevolusi menjadi pusat sumber daya informasi. Perpustakaan tidak hanya menyimpan buku, tetapi juga menjadi tempat yang memberikan nilai tambah bagi penggunanya, serta bermanfaat bagi banyak orang. Saat ini, banyak perpustakaan yang mulai atau sudah mengonversi dan mengembangkan koleksinya ke dalam format digital (Oktavia, 2019).

Pada dasarnya, perpustakaan digital memiliki konsep yang serupa dengan perpustakaan konvensional, perbedaannya terletak pada jenis koleksi yang digunakan. Perpustakaan konvensional mengandalkan koleksi berbasis cetak, sedangkan perpustakaan digital menggunakan prosedur berbasis komputer dan sumber daya digital. Secara definitif, perpustakaan digital adalah perpustakaan yang mengelola sebagian atau seluruh koleksinya dalam bentuk digital sebagai alternatif, tambahan, atau pelengkap terhadap koleksi cetak konvensional yang biasanya mendominasi perpustakaan (Hartono, 2017).

Perpustakaan digital telah mengubah cara informasi disimpan, diakses, da n dibagikan, dengan dampak signifikan pada peningkatan minat baca. Menyediakan e-book, e-jurnal, dan konten multimedia, perpustakaan digital melampaui batasan fisik dan memungkinkan akses fleksibel dari mana saja dan kapan saja. Aksesibilitas dan kenyamanan adalah keuntungan utamanya, mendorong orang untuk membaca lebih sering dan dalam berbagai situasi. Koleksi digital yang luas memperkaya pengalaman membaca dengan menyediakan materi yang mungkin tidak tersedia di perpustakaan fisik. Dengan demikian, perpustakaan digital memodernisasi penyimpanan dan akses informasi, sekaligus meningkatkan minat baca masyarakat (Toya, 2023).

Pengembangan perpustakaan di era digital ini difokuskan pada pemanfaatan teknologi digital dan internet, sehingga perpustakaan dapat saling terhubung dalam komunitas sosial. Perkembangan perpustakaan di era digital mencakup tiga aspek penting: pengetahuan, konektivitas, dan komunitas. Dengan demikian, perpustakaan diharapkan dapat berkomunikasi satu sama lain untuk melengkapi kemampuan. Tujuannya bukan hanya untuk menyediakan informasi terus -menerus, tetapi juga memastikan ketersediaan struktur secara lokal, seperti melalui konsep makerspace (Sobirin dkk., 2023).

Di era generasi digital, banyak perpustakaan telah mengimplementasikan teknologi digital

dalam operasional, baik untuk layanan pengguna maupun kegiatan teknis sehari-hari, terutama di negara-negara maju. Perpustakaan kini dilengkapi dengan sistem aplikasi yang cang gih dan komprehensif, seperti sistem One Search dari Perpustakaan Nasional RI, layanan mandiri berbasis RFID (radio frequency identification), teknologi komunikasi, konsultasi mahasiswa, dan lain-lain. Perpustakaan tidak lagi hanya berupa ruang fisik, tetapi memungkinkan akses di mana saja dan kapan saja dengan satu sentuhan (Oktavia, 2019).

 

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa transformasi perpustakaan ke model berbasis digital meningkatkan aksesibilitas, kenyamanan, dan minat baca masyarakat. Perpustakaan digital memungkinkan pengguna mengakses sumber daya digital dari mana saja dan kapan saja, serta memperluas pilihan bacaan dengan koleksi yang lebih luas. Fokus pengembangan perpustakaan digital pada teknologi dan konektivitas meningkatkan efisiensi dan responsivitas layanan. Secar a keseluruhan, transformasi ini memodernisasi perpustakaan dan memperdalam perannya dalam memajukan pengetahuan dan minat baca masyarakat.

Strategi Pengelolaan Perpustakaan Dalam Meningkatkan Minat Baca Masyarakat di Era Digital

Di era digital ini, di mana informasi begitu mudah diakses melalui internet dan gadget, minat baca masyarakat, khususnya generasi muda, dikhawatirkan mengalami penurunan. Namun, perpustakaan sebagai gudang ilmu dan informasi masih memiliki peran penting dalam meningkatkan minat bacamasyarakat. Perpustakaan perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan menerapkan strategi pengelolaan yang tepat agar dapat menarik minat pengunjung, khususnya di era digital ini. Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan:

  • Digitalisasi Koleksi

Digitalisasi, atau digitizing dalam bahasa Inggris, adalah proses mengubah media cetak, audio, atau video ke format digital. Tujuannya adalah untuk menciptakan arsip digital, menggantikan fungsi fotokopi, dan membangun koleksi perpustakaan digital. Digitalisa si penting untuk memajukan perpustakaan dan meningkatkan minat baca masyarakat. Menurut KBBI Daring Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, digitalisasi berarti transformasi dari bentuk analog ke digital dan dapat diterapkan pada berbagai bahan pustaka seperti peta, naskah kuno, karya seni, audiovisual, dan lukisan (Rangkuti, 2012).

Digitalisasi koleksi perpustakaan merupakan langkah untuk mengembangkan koleksi perpustakaan dan juga pelaksanaan kewenangan pemerintah dalam melestarikan dan memanfaatkan naskah kuno yang dimiliki masyarakat (Setiyono, 2021). Digitalisasi perpustakaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi yang semakin kompleks, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pengguna menginginkan layanan yang cepat, tepat, dan akurat. Selain itu, digitalisasi perpustakaan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja perpustakaan, sehingga perpustakaan dapat bersaing dengan perpustakaan lain dengan menawarkan kemudahan, kecepatan, dan keakuratan dalam pelayanannya (Rangkuti, 2012).

Hartono menyatakan bahwa proses digitalisasi terdiri dari tiga kegiatan utama. Pertama adalah pemindaian (scanning), yaitu mengubah dokumen cetak menjadi berkas digital seperti PDF. Kedua adalah pengeditan (editing), yang melibatkan pengolahan berkas PDF di komputer, misalnya dengan menambahkan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan lain- lain. Kebijakan mengenai apa saja yang perlu diedit dan dilindungi dalam berkas tersebut disesuaikan dengan aturan perpustakaan. Proses Optical Character Recognition (OCR), yang mengubah gambar menjadi teks, juga termasuk dalam pengeditan. Ketiga adalah pengunggahan (uploading), yaitu proses mengisi metadata dan mengunggah berkas dokumen ke perpustakaan digital (Setiyono, 2021).

Digitalisasi koleksi perpustakaan mempermudah akses dan pengelolaan koleksi tanpa perlu mencari buku secara manual di rak-rak perpustakaan. Hal Ini juga mengurangi beban penyimpanan fisik karena semua materi tersedia dalam format elektronik. Contoh koleksi yang didigitalisasi meliputi skripsi, tesis, disertasi, jurnal, laporan penelitian, makalah, prosiding seminar, dan tulisan staf akademik. Klip video dari saluran seperti Discovery Channel dan History Channel

juga termasuk dalam digitalisasi, bersama dengan e-book, e-journal, brosur, foto, kliping koran, artikel majalah, dan dokumen arsip. Semua ini diterbitkan secara digital untuk memudahkan akses dan penyimpanan, mengikuti perkembangan teknologi dan memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan modern.

Chisenga menyebutkan bahwa digitalisasi perpustakaan meningkatkan minat baca masyarakatdengan beberapa cara, yaitu penambahan koleksi yang cepat dan berkualitas, akses informasi yang lebih cepat dan mudah, serta konektivitas melalui jaringan LAN atau internet yang memungkinkan akses dari mana saja. Digitalisasi juga menyediakan informasi dalam berbagai format seperti suara, gambar, dan video, yang menarik pengguna dengan preferensi berbeda, sehingga meningkatkan ketertarikan untuk membaca dan menjelajahi berbagai sumber informasi. Hal ini mendorong kemudahan dan keinginan untuk membaca di kalangan pengguna (Rangkuti, 2012).

  • Meningkatkan Layanan Perpustakaan Digital dengan Aplikasi Mobile

Menurut Turban, aplikasi mobile adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aplikasi internet yang berjalan pada smartphone atau perangkat mobile lainnya. Aplikasi mobile ini biasanya digunakan dengan komputer pribadi (PC) yang terkoneksi dengan internet, namun juga bisa diakses melalui perangkat mobile. Istilah "Mobile Library" menurut Fatmawati berasal dari kata "mobile device" yang disingkat menjadi "M" yang berarti ponsel, dan "Library/Libraries" yang berarti perpustakaan.

Mobile library adalah integrasi antara perangkat mobile dengan perpustakaan, di mana perangkat mobile berfungsi sebagai alat bantu perpustakaan dalam menyampaikan informasi dan membantu pengguna mengakses layanan-layanan tertentu di perpustakaan. Di Indonesia, perkembangan perpustakaan digital semakin pesat, dengan koleksi yang dipinjamkan berupa materi dalam bentuk digital. Perpustakaan digital dapat diakses melalui situs web atau melalui aplikasi mobile yang dapat diunduh dari toko aplikasi untuk perangkat berbasis Android dan sistem operasi lainnya (Dewi, 2019).

Pengembangan layanan perpustakaan menggunakan teknologi mobile dapat dibedakan menjadi dua aspek utama: konten situs mobile dan aplikasi mobile perpustakaan. Konten situs mobile berkaitan dengan pengembangan tampilan website perpustakaan yang dioptimalkan untuk akses yang lebih nyaman melalui perangkat mobile seperti smartphone atau tablet. Sedangkan aplikasi mobile perpustakaan adalah pengembangan aplikasi yang dapat diunduh melalui toko aplikasi.

Konten situs mobile adalah versi website perpustakaan yang diadaptasi untuk perangkat mobile. Perangkat seperti smartphone dan tablet memiliki ukuran layar yang lebih kecil dibandingkan komputer pribadi. Layar yang kecil ini, mengakses website perpustakaan dengan tampilan seperti di komputer pribadi bisa menjadi sulit. Oleh karena itu, diperlukan tampilan website yang lebih sederhana namun tetap menyediakan informasi yang sama seperti versi desktop. Pengembangan dan pemeliharaan website versi mobile juga lebih mudah (Johan dkk., 2017).

Langkah pertama untuk meminjam buku dari perpustakaan adalah mengunduh aplikasi mobile library mereka. Pemustaka kemudian mendaftar sebagai anggota dengan mengisi formulir pendaftaran yang mencakup nomor telepon dan alamat email. Setelah pendaftaran selesai, mereka dapat meminjam koleksi digital yang sudah disetujui hak ciptanya melalui aplikasi tersebut. Pengelolaan koleksi digital ini membantu mempermudah tugas pustakawan, yang fokusnya lebih ke pengelolaan aplikasi daripada koleksi fisik. Semua proses ini memerlukan koneksi internet, baik untuk pengelolaan data maupun untuk pemustaka yang ingin meminjam koleksi (Dewi, 2019). iPusnas, diluncurkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2016 merupakan aplikasi perpustakaan mobile yang populer. Aplikasi ini menyediakan akses mudah ke lebih dari 23 ribu e-book dari berbagai bidang ilmu melalui berbagai perangkat. Fitur-fitur seperti media sosial, e-Bookstore, dan e-Reader membuat membaca lebih menarik dan mudah. Inovasi ini tidak hanya memperluas akses bahan bacaan tetapi juga meningkatkan minat baca masyarakatdi Indonesia dengan memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam membaca (Iqbal dkk., 2022). Wang, Li, dan rekan-rekan, menyatakan bahwa penggunaan perpustakaan digital mobile secara signifikan dapat meningkatkan kepuasan pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Peningkatan kepuasan ini dapat berperan penting dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Akses ke informasi menjadi lebih mudah dan nyaman melalui perangkat mobile, pengguna lebih terdorong untuk membaca dan mencari informasi. Oleh karena itu, pengembangan perpustakaan digital mobile bukan hanya memperluas jangkauan layanan perpustakaan, tetapi juga berpotensi besar dalam meningkatkan minat baca masyarakat secara keseluruhan.Kendala-Kendala Pengelolaan Perpustakaan Dalam Meningkatkan Minat Baca di Era Digital (Sugiono, 2021).

  • Program Literasi Digital

Literasi digital merupakan topik yang penuh dengan kompleksitas dan dinamika, yang terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Ini mencakup beragam keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh individu atau kelompok dalam berinteraksi dengan teknologi digital. Tingkat literasi digital seseorang akan terus meningkat seiring dengan efektivitas dan efisiensi penggunaan teknologi digital. Menurut Hana Silvana dan Cecep, literasi digital dapat dilihat sebagai serangkaian upaya untuk memastikan individu memiliki kendali atas media yang mereka gunakan, baik untuk mengirim maupun menerima pesan (Aisyah, 2022).

Dengan perkembangan teknologi, pengalaman membaca kini dapat diintegrasikan dengan gadget, yang diharapkan meningkatkan minat baca masyarakat. Teknologi memungkinkan penyajian informasi yang menarik dengan warna, gambar, dan berbagai jenis font, khususnya untuk siswa sekolah dasar. Meski siswa memiliki akses ke gadget, pengawasan dan pendampingan orang tua tetap diperlukan. Pembelajaran yang disajikan secara menarik dan beragam akan meningkatkan motivasi belajar siswa, terutama dengan teknologi digital. Integrasi ini bisa menjadi bagian dari program literasi digital untuk merangsang minat baca siswadan memperkuat hubungan antara teknologi dan pembelajaran literasi (Intaniasari & Utami, 2022).

Program Literasi Digital bertujuan mengatasi dampak negatif teknologi digital terhadap literasi fungsional keluarga dan anak-anak sekolah, sambil memperbarui peran perpustakaan sebagai pusat pembelajaran masyarakat. Program ini menggunakan psikoedukasi untuk orangtua dan pembelajaran berbasis pengalaman bagi anak-anak, menawarkan pendekatan inovatif yang meningkatkan literasi fungsional di sekitar perpustakaan. Meski tidak bertujuan mengubah perilaku langsung, program ini diharapkan meningkatkan kesadaran akan pentingnya memanfaatkan teknologi untuk kegiatan produktif dan edukatif, serta memperkuat peran perpustakaan sebagai rumah belajar guna meningkatkan minat baca di era digital (Husna dkk., 2021).

  • Fasilitas dan Infrastruktur yang Inovatif

 

Untuk meningkatkan minat baca masyarakatdan memanfaatkan perkembangan teknologi di era digital, perpustakaan perlu menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang inovatif. Salah satu inovasi yang bisa diterapkan adalah pojok baca. Pojok baca adalah area khusus di dalam suatu ruangan yang dilengkapi dengan koleksi buku yang disusun dengan menarik, bertujuan untuk meningkatkan minat bacamasyarakat (Anugrah dkk., 2022).

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS RI) memperkenalkan Pojok Baca Digital (POCADI) melalui perpustakaan daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan minat baca masyarakat di era digital. POCADI berfungsi sebagai sudut baca dengan layanan perpustakaan, ditempatkan di lokasi ramai untuk memudahkan akses informasi dan edukasi. Program ini didukung dengan penyediaan akses internet yang memadai, penting untuk keberhasilan dan dampak positifnya terhadap literasi dan pengetahuan masyarakat. Melalui POCADI, pemerintah berharap dapat memperluas literasi dan memajukan bangsa menuju ke arah yang lebih bermartabat dan berintelektual tinggi (Saputri, 2021).

  • Inovasi dan Adaptasi Teknologi Baru

Perkembangan teknologi telah mengubah cara buku disajikan, tidak lagi hanya terbatas pada teks dan ilustrasi dua dimensi. Smartphone memungkinkan buku untuk dikemas lebih menarik dengan menggunakan teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR). Melalui AR dan VR, siswa dapat menikmati pengalaman membaca yang lebih interaktif dengan ilustrasi tiga dimensi dan konten multimedia. Inovasi ini memungkinkan perpustakaan untuk terus beradaptasi dan memenuhi kebutuhan pengguna dengan cara yang lebih menarik dan relevan (Setiawan dkk., 2021).

Augmented Reality (AR) adalah istilah yang menggambarkan lingkungan yang mengkombinasikan dunia nyata dan dunia virtual yang dibuat oleh komputer, membuat batas antara keduanya hampir tidak terlihat. Sistem ini lebih mendekati lingkungan nyata, sehingga realitas lebih diutamakan dalam sistem ini. Azuma mendefinisikan Augmented Reality (AR) sebagai sistem yang memiliki tiga karakteristik utama: menggabungkan lingkungan nyata dan virtual, beroperasi secara interaktif dalam waktu nyata, dan terintegrasi dalam tiga dimensi (3D) (Aulianto, 2020).

Augmented Reality (AR) memungkinkan buku-buku menjadi lebih interaktif dengan

menampilkan objek virtual dalam tiga dimensi di perangkat pintar seperti smartphone atau tablet. Teknologi ini terutama berguna untuk anak sekolah dasar dalam memvisualisasikan konsep abstrak dari bahan bacaan. Dengan AR, siswa dapat melihat animasi karakter dan objek relevan yang mempermudah pemahaman materi dan meningkatkan minat baca. AR tidak menggantikan peran guru atau orang tua, teknologi ini menghadirkan visual, audio, dan video yang mendukung efektivitas literasi secara interaktif (Setiawan dkk., 2021).

Virtual Reality (VR) adalah konsep yang mengacu pada prinsip, metode, dan teknik sistem yang digunakan dalam perancangan dan pembuatan perangkat lunak untuk membantu komputasi multimedia dengan kebutuhan perangkat khusus. Sihite menjelaskan bahwa Virtual Reality (VR) adalah teknologi yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan lingkungan yang disimulasikan oleh komputer, yang dapat berupa lingkungan sebenarnya yang ditiru atau bahkan lingkungan yang hanya ada dalam dunia imajinasi (Aulianto, 2020).

Teknologi VR dan AR dapat meningkatkan pengalaman belajar dan eksplorasi di perpustakaan. Dengan VR, pengguna dapat belajar secara interaktif melalui video dan mengenal lebih dalam tentang desain perpustakaan. AR memudahkan pengunjung dalam mencari koleksi dan mendapatkan informasi tambahan dari buku. Integrasi kedua teknologi ini menciptakan

 

pengalaman yang menarik dan memperkaya akses informasi, yang dapat meningkatkan minat baca dan keterampilan literasi pengunjung perpustakaan secara signifikan (Jamil, 2018).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Strategi pengelolaan perpustakaan dalam meningkatkan minat baca masyarakat di era digital meliputi digitalisasi koleksi, pengembangan aplikasi mobile, program literasi digital, dan penyediaan fasilitas inovatif seperti Pojok Baca Digital. Digitalisasi memudahkan akses cepat ke bahan bacaan, sedangkan aplikasi mobile seperti iPusnas menyediakan ribuan e-book yang dapat diakses di mana saja. Program literasi digital mengintegrasikan teknologi dengan pembelajaran, membuat membaca lebih menarik. Selain itu, teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) menawarkan pengalaman membaca, yang semuanya bertujuan untuk menarik minat baca masyarakat.

Strategi Pengelolaan Perpustakaan Dalam Meningkatkan Minat Baca MasyarakatDi Era Digital Ainun Nurul Latifah1*, Halimatus Sa’diyah Institus Agama Islam Negeri Madura.

TADWIN :Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi Availableonline at :https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php Vol. 5 No. 2, Desember 2024,halaman: 111-125 Copyright ©2020, ISSN: 27232409print/online2774-8936

 

REFERENSI

Aisyah, T. F. (2022). Literasi Digital Untuk Meningkatkan Minat Baca Siswa Sma Pada Pembelajaran Daring. IQRA: Jurnal Perpustakaan Dan Informasi, 16(1), 19–31. DOI 10.30829/iqra.v16i1.10312

Albi Anggito, J. S. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. jawa Barat: CV Jejak (Jejak Publisher). Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=59V8DwAAQBAJ

Andalas, E. F., & Setiawan, A. (2020). Desain Penelitian Kualitatif Sastra. Malang: UMMPress.

Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=tknWDwAAQBAJ

Anugrah, W. D., Saufa, A. F., & Irnadianis, H. (2022). Peran Pojok Baca Dalam Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat Dusun Ngrancah. Jurnal Pustaka Budaya, 9(2), 93–98. DOI 10.31849/pb.v9i2.8859

Anwas, E. O. M., Afriansyah, A., Iftitah, K. N., Firdaus, W., Sugiarti, Y., Sopandi, E., & Hediana, D. (2022). Students' Literacy Skills and Quality of Textbooks in Indonesian Elementary Schools. International Journal of Language Education, 6(3), 233-244. DOI 10.26858/ijole.v6i3.32756

Aulianto, D. R. (2020). Inovasi perpustakaan melalui pemanfaatan teknologi augmented reality dan virtual reality di era generasi Z. Nusantara Journal of Information and Library Studies (N-JILS), 3(1), 103–114. DOI 10.30999/n-jils.v3i1.482

Belvar, A. N., Lestari, R. V. A., Diba, F. F., & ZA, M. F. (2024). Problematika keterampilan membaca pada generasi Z. ARIMA: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 1(3), 195-204. DOI 10.62017/arima

Damaianti, V. S., Abidin, Y., & Rahma, R. (2020). Higher order thinking skills-based reading literacy assessment instrument: An Indonesian context. Indonesian Journal of Applied Linguistics, 10(2), 513-525. DOI 10.17509/ijal.v10i2.28600

 

Dewi, A. O. P. (2019). Penggunaan Mobile Library untuk Perpustakaan Digital. Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, Dan Informasi, 3(2), 151–155. DOI 10.14710/anuva.3.2.151- 155

Diseiye, O., Ukubeyinje, S. E., Oladokun, B. D., & Kakwagh, V. V. (2024). Emerging technologies: Leveraging digital literacy for self-sufficiency among library professionals. Metaverse Basic and Applied Research, 3, 59-59. DOI 10.56294/mr202459

Hartono, H. (2017). Strategi pengembangan perpustakaan digital dalam membangun aksesibilitas informasi: Sebuah kajian teoritis pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. UNILIB: Jurnal Perpustakaan, 77. DOI 10.20885/unilib.vol8.iss1.art7

Hibatulloh, S., Sa’adah, N. L., & Marwan, I. (2023). Strategi Penumbuhan Minat Baca Remaja Melalui Modifikasi Cerita Rakyat. Journal of Education Research, 4(1), 267–275. DOI 10.37985/jer.v4i1.157

Husna, A. N., Yuliani, D., Rachmawati, T., Anggraini, D. E., Anwar, R., & Utomo, R. (2021). Program literasi digital untuk pengembangan perpustakaan berbasis inklusi sosial di desa sedayu, muntilan, magelang. Community Empowerment, 6(2), 156–166. DOI 10.31603/ce.4259

Intaniasari, Y., & Utami, R. D. (2022). Menumbuhkan budaya membaca siswa melalui literasi digital dalam pembelajaran dan program literasi sekolah. Jurnal Basicedu, 6(3), 4987– 4998. DOI 10.31004/basicedu.v6i3.2996

Iqbal, R., Kusuma, M. E.-K., Yunita, I., & Dinasta, A. G. (2022). Mobile Library: One Inovation of

Literacy Information Reference. LIBRIA, 14(1), 35–36. DOI 10.22373/14607

Jamil, M. (2018). Pemanfaatan Teknologi Virtual Reality (VR) di Perpustakaan. Buletin Perpustakaan1(1),                                       99–113.           https://journal.uii.ac.id/Buletin- Perpustakaan/article/view/11503/8674

Johan, R. C., Silvana, H., & Sulistyo, H. (2017). Aplikasi Mobile Perpustakaan Sekolah.

Pedagogia, 14(3), 499–509. DOI 10.17509/pedagogia.v14i3.5913

Kartikasari, E., & Nuryasana, E. (2022). School literacy movement program in elementary school, Indonesia: Literature review. Journal of Education and Learning (EduLearn), 16(3), 336-341. DOI 10.11591/edulearn.v16i3.20383

Mansyur, U. (2019). Gempusta: Upaya meningkatkan minat baca. Prosiding Seminar Nasional Bahasa Dan Sastra II FBS UNM, December, 203–207.

Martzoukou, K. (2021). Academic libraries in COVID -19: a renewed mission for digital literacy. Library management, 42(4/5), 266-276. DOI 10.1108/LM09-2020-0131

Mulyadi. (2021). Pengelolaan Otomasi Perpustakaan Berbasis Senayan Library Management System (SLIMS) - Rajawali Pers. Depok: PT. RajaGrafindo Persada. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=ttsaEAAAQBAJ

Oktavia, S. (2019). Peran perpustakaan dan pustakawan dalam menghadapi generasi digital native. Bibliotika: Jurnal Kajian Perpustakaan Dan Informasi, 3(1), 84–86. DOI 10.17977/um008v3i12019p081

Panda, S., & Kaur, N. (2023). Exploring the viability of ChatGPT as an alternative to traditional chatbot systems in library and information centers. Library hi tech news, 40(3), 22-25. DOI 10.1108/LHTN-02-2023-0032

Pramesworo, I. S., Sembiring, D., Sarip, M., Lolang, E., & Fathurrochman, I. (2023). Identification of New Approaches to Information Technology-Based Teaching for Successful Teaching of Millennial Generation Entering 21st Century Education. Jurnal Iqra': Kajian Ilmu Pendidikan, 8(1), 350-370. DOI 10.25217/ji.v8i1.2722

Pitoyo, A. (2020). A meta-analysis: Factors affecting students’ reading interest in Indonesia. International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding, 7(7), 83-92. DOI 10.18415/ijmmu.v7i7.1727

Putri, S. (2020). Pemanfaatan internet untuk meningkatkan minat baca Mahasiswa PLS IKIP Siliwangi. Comm-Edu (Community Education Journal), 3(2), 91–96. DOI 10.22460/comm- edu.v3i2.3700

Ramadhan, R. (2023). Pengelolaan Perpustakaan Digital Di Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pustaka Budaya, 10(1), 21–31. DOI 10.31849/pb.v10i1.11270

Rangkuti, L. A. (2012). Penerapan digitalisasi untuk perpustakaan. Iqra’: Jurnal Perpustakaan Dan Informasi, 6(02), 59–64. http://repository.uinsu.ac.id/770/1/

Saputri, E. (2021). Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Minat Baca Melalui Pojok Baca Digital (POCADI) di Kota Lhokseumawe, Aceh. Jurnal Informasi, Perpustakaan, Dan Kearsipan (JIPKA), 1(1), 27–39. DOI 10.26418/jipka.v1i1.50488

Setiawan, H., Aji, S. M. W., Oktaviyanti, I., Jiwandono, I. S., Rosyidah, A. N. K., & Gunayasa, I. B.

  1. (2021). Pemanfaatan Sumber Bacaan Berbasis Augmented Reality Untuk Gerakan Literasi Di Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset Dan Konseptual, 6(1), 146–156. DOI 10.28926/briliant.v6i1.554 

Setiyono, J. (2021). Organisasi Perpustakaan & Kepustakawanan. Yogyakarta: Azyan Mitra Media.

Setyawatira, R. (2020). Kondisi minat baca di Indonesia. Media Pustakawan, 16(1&2), 28–27.

DOI 10.37014/medpus.v16i1&2.904

Shafiq, M., Gu, Z., Cheikhrouhou, O., Alhakami, W., & Hamam, H. (2022). The Rise of “Internet of Things”: Review and Open Research Issues Related to Detection and Prevention of IoT‐Based Security Attacks. Wireless Communications and Mobile Computing, 2022(1), 8669348. DOI 10.1155/2022/8669348

Sobirin, S., Hanafi, A. A., Hendra, H., Ari, M. R. A. A., & Sari, R. I. (2023). Manajemen Perpustakaan di Era Digital: Studi di SMKN 1 Cijulang. Cendekia Inovatif Dan Berbudaya, 1(1), 64–71. DOI 10.59996/cendib.v1i1.204

 

Sofyan, H. S., Lestari, G. D., Yusuf, A., & Yulianingsih, W. (2024). The Efforts of the City Corner Literacy Community to Increasing Children's Interest in Reading. Lembaran Ilmu Kependidikan, 53(2), 224-232. DOI 10.15294/lik.v53i2.14708

Strover, S., Whitacre, B., Rhinesmith, C., & Schrubbe, A. (2020). The digital inclusion role of rural libraries: social inequalities through space and place. Media, Culture & Society, 42(2), 242-259. DOI 10.1177/0163443719853504

Sudirman Anwar, M. P. I. C. H. C. I., Dr. Said Maskur, M. A., & Muhammad Jailani, S. P. I. (2019). Manajemen Perpustakaan. Riau: Zahen Publisher. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=f-GKDwAAQBAJ

Sugiono, S. (2021). Peran gawai mobile dalam mendukung layanan informasi perpustakaan digital yang terpersonalisasi. BACA: JURNAL DOKUMENTASI DAN INFORMASI, 42(1), 105. DOI 10.14203/j.baca.v42i1.763

Toya, J. (2023). Evolusi Perpustakaan Dari Tradisional Ke Digital. Attractive: Innovative Education Journal, 5(2), 56–64. DOI 10.51278/aj.v5i2.580

Trisiana, A. (2020). Digital literation models for character Education in globalization era. Humanities & Social Sciences Reviews, 8(1), 22-31. DOI 10.18510/hssr.2020.8164

Wibowo, H. S. (2023). Pedoman Perpustakaan: Panduan Praktis Mengelola Perpustakaan. Semarang:    Tiram                                      Media.                  Retrieved                from https://books.google.co.id/books?id=sXezEAAAQBAJ

Wirahyuni, K. (2017). Meningkatkan Minat Baca Melalui Permainan Teka Teki Silang dan ‘Balsem Plang.’ ACARYA PUSTAKA: Jurnal Ilmiah Perpustakaan Dan Informasi, 3(1), 1–11. DOI 10.23887/ap.v3i1.12731

Yahya, R. N., Jannah, A. N., & Prihantini, P. (2021). Pengelolaan Perpustakaan dalam Mengembangkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Aulad: Journal on Early Childhood, 4(3), 74–79. DOI 10.31004/aulad.v4i3.161

 

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MENINGKATKAN AKSES DAN KUALITAS PENDIDIKAN MELALUI PLS

Pendidikan merupakan hak dasar setiap individu yang tidak hanya terbatas pada ruang kelas formal. Dalam konteks ini, program pendidikan luar sekolah (PLS) menjadi sangat penting, teruta

11/06/2025 10:33 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 13 kali
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pendidikan sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan Luar S

11/06/2025 09:59 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 12 kali
TANTANGAN YANG DIHADAPI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Tantangan yang  Dihadapi  dalam  Implementasi  Pendidikan  Luar  Sekolah  Berbasis Masyarakat Pendidikan  luar  sekolah  berbasis 

11/06/2025 09:28 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 10 kali
STRATEGI DAN EFEKTIVITAS MENINGKATKAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Strategi  untuk  Meningkatkan  Efektivitas  Pendidikan  Luar  Sekolah  Berbasis Masyarakat. Untuk  meningkatkan  efektivitas  pendidika

11/06/2025 09:19 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 10 kali
FUNGSI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pendidikan luar sekolah sebagai komplemen adalah pendidikan yang materinya melengkapi apa yang diperoleh di bangu sekolah. Ada beberapa alasan sehingga materi pendidikan persekolahan ha

05/06/2025 12:42 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 23 kali
AZAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

ASAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam kolektivitas masyarakat. Dalam kegiatan pendid

05/06/2025 12:40 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 27 kali
LANDASAN TEORITIS PEMBERDAYAAN PKBM

Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian. Artinya belum ada definisi yang tegas mengenai

05/06/2025 09:34 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 26 kali
REGULASI TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat (1) dikemukakan bahwa: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan in

05/06/2025 08:53 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 38 kali
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Tujuan dan Fungsi Pendidikan Luar Sekolah,Menurut Marzuki (2010), tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat seca

24/04/2025 15:15 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 101 kali
CIRI-CIRI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pendidikan luar sekolah lebih kepada praktisi agar warga belajar mampu menerapkan dalam pekerjaannya, tidak memandang usia, tidak di bagi atas jenjang, waktu penyampaian yang singkat ka

24/04/2025 15:13 - Oleh Setyo Widodo - Dilihat 80 kali