PENDIDIKAN KARAKTER DI PKBM
- Pendahuluan
Pendidikan adalah sebuah aktivitas manusia yang memiliki maksud mengembangkan individu sepenuhnya. Islam merupakan agama yang sangat menekankan pendidikan bagi manusia. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa usia pendidikan adalah setua usia umat manusia. Pendidikan dari jaman dahulu hingga sekarang tidak berubah, yang berubah adalah teknik, teknologi, metode, dan medianya. Hal itu senada dengan perubahan kurikulum yang dilakukan pemerintah di tahun 2013 ini.
Kurikulum 2013 akan lebih menekankan pada model pembelajaran tematik yang berbasis pada pendidikan karakter yang diharapkan dapat mengembangkan tiga kompetensi penting, yakni kognisi, afeksi, dan psikomotor. Model pembelajaran seperti itu diharapkan dapat memberikan ruang gerak bagi siswa untuk mengembangkan potensinya (student centered active learning). Selain itu, juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari segi pendidiknya, tenaga kependidikan, pengelolaan kurikulum, kompetensi lulusan, materi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian, dan sebagainya
Fauzil Adhim mengatakan orang cerdas kerapkali hanya menjadi pelayan bagi mereka yang memiliki gagasan. Dan orang yang memiliki gagasan besar melayani mereka yang memiliki karakter kuat, sementara orang yang memiliki karakter kuat melayani mereka yang berhimpun pada dirinya karakter yang sangat kuat, visi yang besar, gagasan-gagasan yang cemerlang dan pijakan ideologi yang kokoh.
Kemudian ditambahkan dari Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, perlunya pengembangan karakter yaitu untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, pendidikan karakter sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
- Nilai-Nilai penting Dalam Pendidikan Berbasis karakter
Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Keluarga menjadi lembaga pertama dan utama bagi pembentukan nilai-nilai dan karakter manusia (habitual formation), pemerintah dengan fasilitas sekolah meneruskan nilai-nilai dan karakter yang dibangun di lingkungan keluarga sebagai pendidikan kedua, dan dilanjutkan dengan kehidupan di masyarakat yang juga bertanggungjawab terhadap moral anak.
Peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan yang dilakukan saat ini tidak hanya mengenai mutu pendidikan di bidang pengetahuan, tetapi penanaman moral dan karakter yang baik peserta didiknya.
Agar implementasi pendidikan karakter bisa efektif dan efisien, solusi yang tepat adalah dengan melaksanakan manajemen pendidikan karakter yang efektif dan efisien di sekolah. Melalui manajemen pendidikan karakter yang efektif dan terjalin kerjasama yang sinergis antara pemerintah, pengelola sekolah, komite sekolah, masyarakat dan orang tua peserta didik, maka pendidikan karakter dapat dilakukan melalui manajemen berbasis sekolah dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat.
- Sejarah Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi.
Tujuan pendidikan karakter yang dicetuskan Foerster adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan prilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang individu. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.
Kemudian, sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya yang sangat memukau, The Return of Character Education sebuah buku yang menyadarkan dunia Barat secara khusus dimana tempat Lickona hidup, dan seluruh dunia pendidikan secara umum, bahwa pendikan karakter adalah sebuah keharusan untuk memperbaiki karakter generasi muda.
Para tokoh besar di Indonesia juga memberikan sumbangannya terhadap pendidikan karakter seperti Ki Hajar Dewantara dengan semangat “Ingarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” juga beberapa tokoh lainnya seperti RA. Kartini, Soekarno, Hatta, dan sebagainya yang bertujuan membentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami.
Pendidikan karakter adalah segala usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat atau berwatak. Pendidikan berbasis karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.
Pendidikan karakter tingkat dasar haruslah menitikberatkan pada sikap maupun ketrampilan dibandingkan pada ilmu pengetahuan lain. Dengan pendidikan dasar inilah seseorang diharapkan akan menjadi lebih baik dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan selanjutnya.
Beberapa Nilai Yang penting Dalam Membentuk pendidikan Berbasis Karakter
Banyak nilai yang dapat menjadi perilaku/karakter dari berbagai pihak. Adapun nilai-nilai yang diidentifikasi dalam kehidupan saat ini di antaranya:
- Nilai yang terkait dengan diri sendiri: jujur, kerja keras, tegas, sabar, ulet, ceria, teguh, mandiri, tanggung jawab, dan lain sebagainya.
- Nilai yang terkait dengan orang/makhluk lain: toleransi, pemurah, komunikatif, kerjasama, peduli, adil, dan lain sebagainya.
- Nilai yang terkait dengan ketuhanan: ikhlas, iman, ihsan, taqwa, dan lain sebagainya.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER |
||
NO |
NILAI |
DESKRIPSI |
1. |
Religius |
Dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. |
2. |
Jujur |
Perilaku yang didasarkan pada uipaya menjadikandirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3. |
Toleransi |
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4. |
Disiplin |
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan ketentuan. |
5. |
Kerja Keras |
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. |
6. |
Kreatif |
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkcara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7. |
Mandiri |
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
8. |
Demokratis |
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. |
9. |
Rasa ingin tahu |
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10. |
Semangat kebangsaan |
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas diri dan kelompoknya. |
11. |
Cinta Tanah Air |
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. |
12. |
Menghargai Prestasi |
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13. |
Bersahabat / ’komunikatif |
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain |
14. |
Cinta Damai |
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya |
15. |
Gemar Membaca |
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membacaberbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagidirinya. |
16. |
Peduli Lingkungan |
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembagkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. |
17. |
Peduli Sosial |
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuanpada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. |
18. |
Tanggungjawab |
Sikap dan oerilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Pendekatan Pendidikan Karakter
Implementasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Merujuk pada hasil penelitian Superka, yang dikutip oleh Masnur Muslih disebutkan ada lima pendekatan pendidikan karakter, yaitu:
- Pendekatan peanaman nilai
PKBM ini menempati peran strategis bagi pendidikan dan pengajaran generasi muda dalam mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari. Pendekatan ini merupakan pendekatan tradisional yang mana menurut pendekatan ini metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. Secara umum pendekatan ini telah digunakan terutama dalam penanaman nilai-nilai budaya dan agama.
- Pendekatan perkembangan kognitif
Disebut pendekatan kognitif karena pendekatan ini menekankan pada aspek kognitif, yakni mendorong siswa untuk berfikir aktif tentang masalah-masalah moral. Ada dua tujuan utama dalam pendekatan ini yaitu: Pertama, membantu Warga Belajar dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasan ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral.
- Pendekatan analisis nilai
Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Di samping itu pendekatan ini juga menekankan pada siswa untuk selalu berfikir rasional dan analitik dalam menghubungkan danmerumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Metode yang digunakan biasanya berupa tugas individu atau kelompok untuk mengadakan penyelidikan kepustakaan atau lapangan, dan diskusi kelas.
- Pendekatan klarifikasi nilai
Pendekatan klarifikasi nilai mengajak para siswa untuk mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran tentang nilai-nilai mereka sendiri. Disini guru hanya berperan sebagai role model dan pendorong, bukan pengajar.
- Pendekatan pembelajaran berbuat
Pendekatan ini menggunakan model-model dari pendekatan nilai dan klarifikasi nilai karena pendekatan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai mereka sendiri. Dan juga mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan sesama yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya.
Adapun Darmiyati Zuchdi sendiri telah memberikan beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah secara efektif dan efisien yaitu:
- Tujuan, sasaran, dan target yang akan dicapai harus jelas dan konkret.
- Ada kerjasama antara pihak sekolah dengan orang tua siswa.
- Menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter.
- Kesadaran guru akan perlunya “hidden curriculum”.
Dalam pelaksanaan program pendidikan karakter agar dapat berjalan secara efektif dan efisien, dikemukakan ada sebelas prinsip
- Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik;
- Definisikan „karakter‟ secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku;
- Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter;
- Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian;
- Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral;
- Buat kurikulum akademik yang bermakana dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter dan membantu siswa untuk berhasil;
- Usahakan mendorong motivasi diri siswa;
- Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral;
- Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter;
- Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter;
- Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Nilai-nilai idealdalam pendidikan karakter sebagai sumber nilai, seperti agama, budaya dan gagasansosial politik Pancasila,yang paling banyakberperan adalah nilaiajaran agama.
Pendidikan karakter Indonesia memandang nilai sebagai sumber sekaligus isi pendidikan adalahsesuatu yang ideal, penting, dan harusdikembangkan pada diri peserta didik melaluiproses intervensi dan habituasi. Gagasan demikianlebih mencerminkan paham absolutemoraldaripada relativismmoral. Nilai ideal sebagaisumber pendidikan karakter Indonesia sendirimencakup nilai-nilai agama, budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pendidikan karakter Indonesia memandang nilai sebagai sumber sekaligusisi pendidikan adalah sesuatu yang ideal,penting, dan harus dikembangkan pada diripeserta didik melalui proses intervensi danhabituasi. Gagasan demikian lebihmencerminkan paham absolute moraldaripada relativismmoral.
Nilai ideal sebagaisumber pendidikan karakter Indonesiasendiri mencakup nilai-nilai agama, budayadan ni lai-ni lai yang terkandung dalamPancasila. Dari ketiga sumber tersebutberhasil diidentifikasi sejumlah nilai yangdianggap layak untuk disajikan pada peserta didik. Di sisi lain gagasan tentang pluralitasmoral—bukan relativism moral—tetapdiberikan dimana para pelaku pendidikankarakter dapat mengurangi atau menambahnilai yang sejalan dengan masyarakatnya.
Nilai-nilai ideal dalam pendidikan karakter sebagai sumber nilai, seprti agama, budaya dan gagasan sosial politik Pancasila, yang paling banyak berperan adalah nilai ajaran agama. Ajaran agama menjadi nilai yang paling berharga dalam diri seseorang, sebab ajaran agama tidak hanya membicarakan persoalan-persoalan diri di masakini tetapi mampu memberikan keyakinanuntuk di masa depan.
Dengan ini, nilai agama memberi keberuntungan bagi pendidikan karakter khususnya berbasis religius. Akan tetapi, nilai budaya dan gagasan sosial politik Pancasi la juga memi liki peran pentingdengan suatu upaya gigih me-masukkannyasebagai isi pendidikan karakter. Seperti halnya nilai tradisi, biasanya dipegang teguh oleh para pewaris kebudayaan. Kesemua nilai ideal yang terkandung dalam pendidikan karakter harus ada upaya keras dari parapenggagasnya supaya dapat mencapaitujuan bersama, yaitu membangun bangsayang benar-benar berkarakter.
Upaya pelaksanaan Pendidikan Karakter yang menjadi bagian kebijakan duniapendidikan nasional dewasa ini padaakhirnya membutuhkan kerja keras semuapihak agar ia tidak melenceng dari niat dantujuannya semula. Karena kita semuamenginginkan sebuah bangsa yangberkarakter, dan itu semua dapat bermula dari keseriusan pelaksanaan rancangan pendidikan karakter ini.
Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks, seperti: menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin umat, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini, ditentukan oleh kesiapan para pengelolanya.
Sebaliknya, kegagalan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat. Artinya, di tengah gempuran badai globalisasi yang menawarkan persaingan, diperlukan pengelola madrasah yang mampu menjalankan sistem manajemen yang relevan dengan kondisi zaman.
Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan, seperti dijelaskan di atas, madrasah harus mampu menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka masuki. Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.
- Manajemen Pendidikan Berbasis karakter
Manajemen dalam pendidikan Islam sangatlah penting. Karena ia sebagai pendukung utama majunya pendidikan. Dalam proses pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang terarah dan sesuai merupakan pedoman untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang diharapkan. Mengingat bahwa kurikulum menjadi pedoman penting untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum hendaknya bersifat lebih adaptif terhadap perkembangan zaman.
Oleh karena itu, dalam jangka waktu tertentu kurikulum perlu adanya pengembangan sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan pendidikan secara global. Kurikulum juga tidak dipahami sebatas apa yang telah tercantum dalam bahan atau materi pelajaran namun, perlu adanya pengembangan pemahaman secara lebih luas. Dalam kurikulum dapat berubah atau mengalami penyempurnaan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.Kurikulum merupakan salah satu substansi manajemen madrasah yang sangat vital, oleh karenanya kurikulum perlu dikelola dengan baik. Kurikulum memegang kunci pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi serta proses pendidikan yang akhirnya menentukan macam, kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman tertentu. Kurikulum ini mencakup seluruh aspek pembelajaran yang langsung karena pada dasarnya kurikulum di buat sebelum pembelajaran.
Kurikulum mata pelajaran Agama berbasis karakter mempunyai fungsi yang berkaitan dengan lembaga pendidikan, peserta didik maupun orang tua peserta didik. Fungsi kurikulum mata pelajaran Agama berbasis karakter dalam mencapai tujuan pendidikan, madrasah pasti ada tujuan yang hendak dicapai, maka kurikulum berfungsi sebagai alat atau usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh madrasah tertentu, jadi fungsi kurikulum sebagai jembatan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kaitannya dengan Kurikulum mata pelajaran Agama berbasis karakter sebagai input pendidikan yang diberlakukan bagi peserta didik harus mampu meng-cover masa yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik itu sendiri, baik kaitannya dengan posisi sebagai makhluk individu maupun sosial.
Dan supaya kurikulum ini dapat berjalan dengan baik maka di butuhkan manajemen untuk mengembangkannya, manajemen atau pengelolaan merupakan komponen yang integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.
Kegiatan-kegiatan fungsional manajemen meliputi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling) dan penilaian (evaluating).
Manajemen kurikulum merupakan substansi manajemen yang utama di madrasah, prinsip dasar manajemen ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus-menerus menyempurnakan strategi pembelajaran.
Kurikulum dan program pengajaran merupakan salah satu komponen madrasah yang harus dikelola dengan baik oleh manajemen madrasah. Menurut E. Mulyasa dalam buku Manajemen Berbasis Madrasah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, bahwa komponen-komponen madrasah ada 7, yaitu (1). Kurikulum dan program pengajaran, (2). Tenaga kependidikan, (3). Ke peserta didik, (4). Keuangan, (5). Sarana dan prasarana pendidikan, (6). Pengelolaan hubungan madrasah dan masyarakat, dan (7). Manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan.
Disamping itu kurikulum juga berfungsi untuk menjabarkan idealisme, cita-cita pendidikan ke dalam langkah-langkah nyata yang akan menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran. Jika demikian, maka kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis karena menghubungkan idealisme pendidikan di satu sisi dan praktek pendidikan disisi lain.
Kurikulum sebagai input pendidikan yang diberlakukan bagi peserta didik harus mampu meng-cover masa yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik itu sendiri, baik kaitannya dengan posisi sebagai makhluk individu maupun sosial. Konsep manajemen kurikulum mata pelajaran Agama dalam mengembangkan budaya Islam di madrasah secara khusus penting dalam pendidikan, karena bertolak dari sebuah konsep lembaga yang baik dengan kepemimpinan yang baik, harus diikat pula oleh nilai-nilai yang diyakini oleh manajer dan bawahannya.
Salah satu kebenaran yang jelas (truisme) dalam dunia manajemen ialah, bahwa setiap organisasi mempunyai karakteristik atau jati diri yang khas. Artinya setiap lembaga pendidikan mempunyai keunggulan sendiri yang membedakannya dari lembaga-lembaga lain.
Tentunya keunggulan yang khas itu tidak serta-merta terbentuk begitu suatu lembaga didirikan. Diperlukan proses yang panjang untuk menumbuhkannya, dan disinilah peran manajemen mata pelajaran Agama, dimana budaya madrasah dibentuk dan dikembangkan tidak lain dengan melalui berbagai proses manajemen.
Zamroni menjelaskan bahwa budaya madrasah bersifat dinamis, milik kolektif, merupakan hasil perjalanan sejarah madrasah, dan produk dari interaksi berbagai kekuatan yang masuk ke madrasah.
Dengan demikian kita memahami bahwa di dalam lingkungan madrasah terdapat aneka budaya madrasah dengan sifat positif maupun negatif yang dapat terbentuk dalam kurun waktu tertentu sebagai hasil dari interaksi komponen yang ada di dalamnya.
Kultur madrasah dapat dideskripsikan sebagai karakteristik khas madrasah yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel madrasah sehingga membentuk satu kesatuan khusus dari sistem madrasah.
Pada latar madrasah Islam, norma-norma agama senantiasa dijadikan sumber pegangan yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan, keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh seluruh warga madrasah.
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang dalam suatu lembaga. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal seperti ini berlaku untuk semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun yang baik.
Manajemen kurikulum merupakan substansi manajemen yang utama di madrasah, prinsip dasar manajemen ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dengan tolok ukurpencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus-menerus menyempurnakan strategi pembelajaran.
Manajemen atau administrasi program pengajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisisen.
Pelaksanaan program pendidikan karakter di dalam lembaga pendidikan formal khususnya telah dipercayakan dapat menjadi pemeran utama dalam agen perubahan karakter anak bangsa melalui manajemen pendidikan yang ada di lembaganya masing-masing.
- Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menurut Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010 yang diterbitkan oleh Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yaitu merupakan pendidikan yang erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus di praktekkan atau dilakukan.
Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi yaitu sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Sedangkan menurut Dharma Kesuma, dkk bahwa pendidikan karakter adalah pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan prilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
Menurut Agus Wibowo, pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan, dan mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai masyarakat, dan warga negara.
Menurut Darmiyati Zuhdi, pendidikan karakter yaitu pendidikan yang mengajarkan cara berpikir, bersikap, bertindak yang menjadi ciri khas seseorang yang menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Mukhlas Samani dan Hariyanto, pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh terhadap karakter siswa yang diajarnya.
Menurut penulis yang diilhami dari proses pembelajaran input memory tentang makna pendidikan akhirnya didapat sebuah pengertian tentang pendidikan karakter yaitu kegiatan atau usaha, sistematis dan berkesinambungan untuk mengembangkan potensi manusia, memberikan kecakapan, sikap yang sesuai dengan tujuan pendidikan karakter sedangkan potensi sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan atau fitrah yang dibawa manusia seperti kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, agamanya, masyarakat, bangsa dan negara yang mempunyai kemungkinan untuk menjadi kemampuan nyata.
- Tujuan Pendidikan Karakter
Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad saw, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character). Kemudian Lickona dan tokoh lainnya seperti menyuarakan kembali gaung yang disuarakan Socrates dan Muhammad saw, bahwa moral, akhlak, atau karakter adalah tujuan yang tidak bisa dihindarkan dari dunia pendidikan, begitu juga dengan Marthin Lither King yang mengatakan kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dalam pendidikan.
Pakar pendidikan Indonesia, Fuad Hasan, juga ingin menyampaikan hal yang sama dengan tokoh pendidikan tersebut. Menurutnya, pendidikan bermuara pada pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Sementara Mardiatmaja menyebut pendidikan karakter sebagai ruh pendidikan dalam memanusiakan manusia. Pendidikan karakter juga merupakan kewajiban keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk mempersiapkan generasi yang tangguh.
Pemaparan pandangan tokoh-tokoh diatas menunjukkan bahwa pendidikan sebagai nilai universal kehidupan memiliki tujuan pokok yang disepakai di setiap zaman, pada setiap kawasan, dan dalam semua pemikiran. Dengan bahasa sederhana, tujuan yang disepakati itu adalah merubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan sikap dan keterampilan.
- Komponen Pendidikan Karakter
Dalam pendidikan karakter Lickona menekankan tiga komponen karakter yang baik yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan bermoral).
1. Moral knowing (pengetahuan tentang moral)
William Killpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran itu maka kesuksesan pendidikan karakter sangat tergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter. [53]
2. Moral feeling (perasaan tentang moral)
Seorang yang mempunyai kemampuan kognitif yang baik, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi rohani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang professional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
Moral loving atau moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri. [55]
3. Moral action (perbuatan bermoral)
Fitrah manusia sejak kelahirannya yaitu kebutuhan dirinya kepada orang lain. Kita tak akan berkembang dan survive tanpa ada kehadiran orang lain. Seseorang tidak mungkin berkembang dan mempunyai kualitas unggul kecuali dengan kebersamaan. Kehadirannya di tengah-tengah pergaulan harus senantiasa memberikan manfaat. Di sini sifat tabligh yang dicontohkan Rasulullah yaitu menyampaikan kebenaran melalui keteladanan.
Untuk memberikan keteladanan tentu harus mempunyai ketrampilan dan kompetensi atau kemampuan. Hendaknya proses pembelajaran membentuk kompetensi agar siswa mempunyai kemampuan untuk memberi manfaat kepada orang lain. Setelah mampu memberi keteladanan yang baik dan memiliki kompetensi yang bagus maka moral acting akan mudah muncul.
- Penerapan Pendidikan Karakter dalam Kurikulum di Sekolah
Konteks pendidikan karakter dalam makalah ini adalah konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.
Menurut konsep rancangan pemerintah yang terdapat dalam Policy Brief terbitan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional juga dalam materi rancangan oleh pusat kurikulum kementerian pendidikan nasional, program pendidikan karakter pada konteks mikro dapat digambarkan sebagai berikut:
Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju. Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Kepramukaan, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, dan sebagainya) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan dalam rangka pengembangan karakter.
Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua atau wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.
Dengan memiliki karakter-karakter mulia terutama karakter persatuan, cinta kasih, menghargai perbedaan, dan lainnya itu akan meminimalisir terjadinya konflik agama, truth claim, merasa dirinya atau agamanya paling benar, atau lainnya.
- Hakekat Pendidikan Karakter di PKBM
- Pendidikan Agama dalam Sisdiknas
Pendidikan Agama juga menempati posisi strategis karena spiritnya telah tercantum secara tegas di dalam rumusan sila pertama Pancasila. Di dalam berbagai nomenklatur perundangan di Indonesia Pendidikan Agama menempati posisi yang sangat urgen dan mulia, yakni menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia (UUD 1945 pasal 31, ayat 3).
Pendidikan Agama merupakan pengejawantahan dari UUD 1945 bab XIII (Pendidikan dan Kebudayaan) pasal 31 ayat 3: pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Pada ayat 5, juga dinyatakan bahwa pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 dalam UU Sisdiknas tentang dasar, fungsi dan tujuan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan karakter dalam kurikulum 2013, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memaksimalkan fungsi mata pelajaran agama. Pendidikan agama, dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki beban lebih besar untuk mendidik karakter siswa. Karena posisinya yang merupakan simbol kemuliaan, pendidikan agama harus bisa menanamkan karakter-karakter kemuliaan kepada siswa. Selain itu, tujuan pendidikan agama sama dengan tujuan pendidikan karakter yang digagas oleh pemerintah. Karena pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya.
Pendapat lain mengatakan, pendidikan agama menjadi core pendidikan karakter. Pendidikan agama seharusnya mengambil peran lebih besar dalarn pendidikan karakter, karena pada hakekatnya pendidikan agarna itu adalah pendidikan karakter, katakanlah bahwa ia corenya pendidikan karakter yang seharusnya mewamai proses pendidikan secara menyeluruh. Namun kenyataannya seperti uraian di atas, peran pendidikan agama gagal mengawal pendidikan karakter yang seharusnya menjadi peran intinya. Oleh karena itulah maka terlihat sumber masalahnya yaitu feberadaan guru agarna yang kurang efektif dalam pendidikan karakter.
Guru Pendidikan Agama harus menjadi model dalam pendidikan karakter. Guru Pendidikan Agama harus rnenjadi uswatun hasanah sebagai bentuk pengamalan ajaran akhlaqul-karimah. Dengan suri tauladan yang baik, anak didik akan menirunya dengan baik pula. Secara psikologis, dalam diri manusia ada sifat imitasi qudwah). Bila perilakunya baik, maka imitasinyapun baik, begitu sebaliknya. Dengan demikian, guru agama merasa terikat secala moral dengan anak didiknya. Guru agama yang demikian menepati komitmen moralnya terhadap fungsi-fungsi keagamaan yang harus diemban olehnya. Pada akhimya, semuanya akan kembali pada dirinya juga.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MANAJEMEN MUTU DARI PARA AHLI
Mutu W. Edwards Deming Masalah mutu terletak pada masalah manajemen. Pendekatan mencegah lebih baik daripada mengobati, merupakan kontribusi unik dalam memahami bagaimana cara menjamin
PENDIDIKAN MUTU DI PKBM
Kebudayaan merupakan cermin cara berpikir dan cara bekerja manusia. Oleh karena itu, kebudayaan adalah bentuk yang sesungguhnya dari perilaku makhluk Tuhan. Bukan hanya manusia yang ber
RENUNGAN RAMADLAN
“Dan hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu. (Surah Baqaraah, ayat 198). Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesedaran dan keyakinan y
RENUNGAN RAMADLAN
“Mereka tidak akan merasa padanya kematian, hanya kematian pertama, dan Dia pelihara mereka daripada azab jahanam”. (Surah Dukhaan, ayat 56). Nabi s.a.w menceritakan bahawa
MUTIARA RAMADLAN
“(Ingatlah) tatkala orang-orang kafir itu adakan dalam hati mereka kesombongan (iaitu) kesombongan jahiliah. Lalu Allah turunkan ketenteraman atas rasul-Nya dan atas mukmin. Dan D
MUTIARA RAMADLAN
“(Ingatlah) tatkala orang-orang kafir itu adakan dalam hati mereka kesombongan (iaitu) kesombongan jahiliah. Lalu Allah turunkan ketenteraman atas rasul-Nya dan atas mukmin. Dan D
PROGRAM PENDIDIKAN PAKET A, PAKET B DAN PAKET C
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis bagi penyiapan generasi penerus suatu bangsa. Oleh karena itu setiap negara memberikan prioritas yang tinggi terhadap pendi
PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DAN FUNGSI DI DALAMNYA
Jika Homeschooling cenderung lebih mudah kita temukan di kota-kota besar saja, sebaliknya penyelenggaraan sekolah PKBM hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di daerah-daera
TUJUAN PUSAT KEGIATAN MASYARAKAT
Selain pengertian PKBM, masih banyak lagi yang penting kita ketahui mengenai program pembelajaran non formal ini, termasuk apa tujuannya. Dengan mengetahui apa tujuan dari penyelenggara
HOMESCHOOLING
Keingintahuan masyarakat tentu tak hanya sampai pada pengertian PKBM semata. Sejumlah orang masih rancu membedakan antara homeschooling (HS) dengan sekolah PKBM. Apakah keduanya sama at