RUANG LINGKUP PLS
Untuk mengetahui ruang lingkup PLS perlu dilihat terlebih dahulu ruang lingkup pendidikan. Bapak pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantoro, dalam andil perjuangannya untuk kemerdekaan RI menegaskan bahwa pendidikan itu berlangsung di tiga tempat utama yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat yang dinamakannya sebagai "Tri Pusat Pendidikan" (Hatimah dan Sadri, 2007). Sejalan dengan hal tersebut UU tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 mencantumkan bahwa pendidikan berlangsung melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Dari tiga tempat utama tersebut PLS terjadi terutama dalam keluarga dan masyarakat. Selanjutnya dari tiga jalur pendidikan yang ditetapkan UU Sisdiknas PLS sekurang-kurangnya terwadahi dalam dua jalur, yaitu pendidikan nonformal dan informal. Dari sinilah lahir istilah PNFI (pendidikan nonformal dan informal) di Indonesia sebagai istilah yang menunjuk kepada PLS. Sebetulnya lingkup PLS yang seperti ini merupakan lingkup dari segi pangkategorian yang sederhana atau kemudahan penglihatan. Dari segi transaksional, di dalam pendidikan persekolahan atau pendidikan formal sebenarnya juga terdapat proses pendidikan informal dan bahkan nonformal. Sosialisasi di sekolah adalah pendidikan informal. Kegiatan ekstra kurikuler seperti kepramukaan dan latihan bela diri adalah pendidikan nonformal. Yang terkategori sebagai pendidikan formal itu sendiri sebenarnya adalah proses pembelajaran di kelas sebagaimana yang terjadwal secara kurikuler.
Ruang lingkup PLS sebetulnya juga tercermin pada istilah pemberdayaan masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat dan tujuan pendidikan pada dasarnya sama, yaitu mengembangkan potensi manusia. Jika dibedakan, perbedaannya hanya terletak pada jumlah subek didiknya. Subyek didik pemberdayaan masyarakat adalah komunitas, sedangkan subyek didik pendidikan adalah individu. Hal ini berkonsekuensi pada perbedaan pola atau dinamika interaksi dan kompetensi yang dituntut pada pihak petugasnya. Komunitas adalah sekelompok individu yang hidup dan bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu yang relatif lama. Di dalam kehidupan bersama tersebut selalu ada masalah yang menyangkut kepentingan bersama, sehingga dituntut adanya kesadaran bersama dan kebersamaan tindakan dalam menanggulanginya. Untuk itu lahir kebutuhan belajar pada komunitas yang bersangkutan.
Dengan demikian ruang lingkup PLS jauh lebih luas ketimbang ruang lingkup pendidikan persekolahan, bahkan menjangkau ke kehidupan masyarakat secara Was. Keluasan tingkup garapan ini menyebabkan PLS memiliki jenis dan program yang sangat beraneka ragam, memiliki permasalahan dan dinamika tersendiri, dan memerlukan penanganan yang serius agar seluruh cakupan kegiatannya dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan yang terkategori sebagai pendidikan nonformal dewasa ini sangat beraneka ragam di masyarakat. Wujud kegiatan pendidikan tersebut antara lain berupa kursus-kursus, pelatihan atau training, bimbingan belajar, les privat, pengajian di televisi, majelis taklim, khotbah Jum'at, dan sekolah minggu. Kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut dewasa ini tumbuh menjamur. Di masa yang lalu kursus hanya berkembang di daerah perkotaan, tetapi sekarang sudah banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan. Dahulu pelatihan atau penataran lebih banyak diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah, sekarang kegiatan tersebut banyak dilaksanakan oleh perusahaan, LSM, bahkan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan. Dahulu TK dan Play Group hanya terdapat di wilayah perkotaan dan baru diminati oleh keluarga golongan ekonomi menengah ke atas, sekarang lembaga pendidikan tersebut sudah menjamur di wilayah pedesaan clan sudah diminati oleh keluarga dari golongan menengah ke bawah. Bahkan TPA (tempat penitipan anak) yang dulunya hanya ada di kota-kota tertentu saja, sekarang sudah bermunculan hampir di seluruh pelosok tanah air.
Demikian juga dengan pendidikan informal. Pada dasarnya pendidikan dalam format ini terjadi di mana saja dan kapan saja, bahkan oleh siapa saja, namun umumnya orang lebih memahaminya sebagai proses edukasi yang hanya berlangsung di lingkungan keluarga. Di dalam kehidupan sehari-hari seperti di dalam keluarga, di tempat kerja ataupun di tengah pergaulan umum, belajar terjadi secara intensif melalui proses imitasi (peniruan). Dad sekitar umur 2 tahun seorang anak secara alamiah menirukan apa saja yang dilihat dan didengamya dari orang tua dan anggota keluarga yang lain. Proses peniruan terus berlanjut di masa sekolah, remaja, dewasa awal, hingga dewasa lanjut. Peristiwa imitasi hampir mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia. Imitasi bahkan mengembangkan imajinasi, inelahirkan berbagai inspirasi, dan mendorong semangat seseorang untuk melakukan suatu tindakan dan mendapatkan berbagai penga - laman hidup.
Selanjutnya di dalam kehidupan keluarga para orang tua sengaja mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi anak yang baik. Untuk itu dalam memilih tempat tinggal misalnya, selalu dipilihnya rumah yang dekat dengan masjid dan sekolah. Setiap pulang dari dinas luar kota atau ketika mendapat rejeki berlebih tidak lupa membelikan oleh-oleh untuk anak-anaknya berupa mainan ataupun lagu-lagu yang edukatif. Ketika anaknya sudah mendekati kelas akhir di sekolahnya maka diikutkan kursus yang diselenggarakan di sekolah ataupun di luar sekolah atau bahkan didatangkan guru les ke rumah. Setiap pagi program kuliah subuh di televisi tertentu dihidupkan untuk ditonton dan didengarkan oleh keluarga. Dalam kesempatan makan macam bersama di rumah disisipkan nasihat atau pengarahan untuk anakanaknya tentang akhlaq dan keimanan. Ketika terjadi gerhana mata-had sang ayah membuka buku fiqih Islam tentang cara sholat gerhana dan menyampaikannya kepada anak dan isterinya. Di sela-sela kesempatan bercengkerama bersama keluarga yang tengah membicarakan tentang tetangga yang baru saja wafat, orang tua memanfaatkannya untuk meningkatkan keyakinan keluarga tentang kepastian kehidupan akhirat.
Pendidikan informal memang lebih menekankan pembentukan sikap dan nilai atau kepribadian, pendidikan nonformal lebih menekankan keterampilan atau kecakapan hidup, dan pendidikan formal lebih menekankan kognitif atau pengetahuan. Banyak sekali pengalaman hidup yang diperoleh seseorang dari pendidikan informal tidak diperoleh di pendidikan nonformal ataupun pendidikan formal dan begitupun sebaliknya. Pengalaman yang diperoleh seseorang dalam pendidikan informal umumnya lebih intensif, lebih terasa, dan lebih kokoh dan pengalaman yang diperoleh dalam pendidikan formal umumnya meningkatkan wawasan, kemampuan berfikir, bahkan kepercayaan dan harga diri karena telah melahirkan pengakuan orang lain terhadap tingkat pendidikan dan kemam-puannya. Pendidikan nonformal juga memberikan banyak andil bagi seseorang untuk mengembangkan dan memperkaya performansinya terkait dengan pekerjaan atau profesi bahkan kecerdasan emosional dan spiritual.
Istilah pendidikan luar sekolah, pendidikan masyarakat, pendidikan sosial, pemberdayaan masyarakat, pendidikan non-formal, ataupun pendidikan nonformal dan informal merupakan istilah yang digunakan di Indonesia.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Luar Sekolah,Menurut Marzuki (2010), tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat seca
CIRI-CIRI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah lebih kepada praktisi agar warga belajar mampu menerapkan dalam pekerjaannya, tidak memandang usia, tidak di bagi atas jenjang, waktu penyampaian yang singkat ka
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan di luar sistem formal, tidak terikat jenjang dan struktur persekolahan dengan memberikan layanan kepada sasaran di
SATUAN DAN PROGRAM PLS
Kemajuan bidang PLS di Indonesia salah satunya ditandai oleh tercantumnya satuan dan program PLS di dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Di pasal 26 ayat 4 undang-undang tersebut disebu
TIPE PLS
Boyle (1981) membedakan program PLS dari segi perencanaannya kedalam tiga tipe, yaitu (a) developmental, (b) institutional, dan (c) informational. Program devel
WARGA BELAJAR DI PLS
Untuk menjadi peserta didik PLS pada dasarnya tidak ada persyaratan yang ketat. Siapa pun yang sadar bahwa dirinya butuh belajar tentang sesuatu hal agar dapat melaksanakan tugasny
PRINSIP PLS
Prinsip dasar pertama kegiatan PLS adalah Lifelong Learning (belajar sepanjang hayat). Prinsip ini sebetulnya merupakan pokok pikiran yang sesuai dengan hakikat, realitas, dan
PKBM TERDEKAT
Bagi Warga Negara Indonesia yang karena sesuatu hal harus berhenti melanjutkan pendidikan pada tingkat dasar, dan belum/tidak tertampung di sekolah-sekolah formal karena faktor usia ata
KOMPONEN PKBM
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, Komponen PKBM terdiri dari: a. Komunitas binaan Setiap PKBM memiliki komunitas yang menjadi tujuan atau sasaran pengembangannya. Komuni
MENINGKATKAN PERAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, berbagai upaya dan solusi perlu diterapkan: Peningkatan Sosialisasi dan Promosi: Penting untuk meningkatkan sosialisasi dan promosi tent