PRINSIP PLS
Prinsip dasar pertama kegiatan PLS adalah Lifelong Learning (belajar sepanjang hayat). Prinsip ini sebetulnya merupakan pokok pikiran yang sesuai dengan hakikat, realitas, dan ruang lingkup pendidikan itu sendiri. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa setiap manusia baik secara sadar atau tidak, sedikit atau banyak, senantiasa melakukan kegiatan belajar di sepanjang usia jaganya. Pada saat melakukan kegiatan belajar, seseorang sebenarnya tengah mendidik diri sendiri. Karena itu inti kegiatan pendidikan pada dasarnya adalah belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa semenjak dahulu hingga sekarang, bahkan juga di masa mendatang kegiatan belajar terus menerus terjadi di sepanjang hayat manusia. Kejadian tersebut berlangsung tanpa mengenal batas waktu, tempat, dan pelaku.
Prinsip Lifelong Learning memang terlihat lebih berkenaan dengan segi waktu, sedangkan prinsip Education for All tampak lebih berkenaan dengan cakupan subyek layanan pendidikan. Namun demikian, keduanya sebetulnya saling melengkapi dan bahkan Education for All lebih menegaskan bahwa pendidikan sepanjang hayat itu berarti pendidikan untuk semua orang. Dengan demikian Education for All merupakan prinsip yang berdampak lebih membumikan prinsip Lifelong Learning. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan prinsip PLS dan harus dipegang teguh dalam setiap penyelenggaraan PLS.
Selain istilah Lifelong Learning ada juga istilah Lifelong Education. Perlu diketengahkan disini bahwa Lifelong Education merupakan sebuah istilah yang mula-mula dikemukakan oleh Paul Lengrand pada tahun 1972 dalam sidang Unesco. istilah ini menunjuk ke sebuah pengakuan bahwa pendidikan pada hakikatnya berlangsung sepanjang hayat. Karena prinsip ini memang menunjukkan realitas yang sama sekali tak dapat disanggah, maka akhirnya prinsip ini diakui oleh semua pendidik, baik kalangan pendidik di jalur PLS sendiri maupun yang di jalur persekolahan (pendidikan formal). Sejak itu terjadilah perubahan paradigma atau pandangan mendasar tentang pendidikan. Pendidikan yang semula sekedar diartikan sebagai upaya menolong atau membawa anak kearah kedewasaan sebagaimana yang diajarkan oleh Langevelt, seorang pakar pendidikan Belanda, berubah menjadi upaya untuk mengem-bangkan potensi manusia.
Dengan prinsip tersebut, maka pendidikan tidak lagi dibatasi oleh waktu dan tempat, baik saat dan tempat terjadinya belajar itu sendiri maupun kesempatan pihak pelaku belajar untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Dengan kata lain, pendidikan bisa terjadi dalam 24 jam dan dilakukan pada usia berapapun dan di tempat manapun. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa layanan pendidikan harus dapat diberikan kapan saja dan di manapun juga, termasuk saat dimulai dan diakhirinya layanan tersebut beserta lokasinya. Belajar tidak boleh terkendala oleh kekurangtersediaan tempat belajar. Belajar bisa dilakukan di sekolah, rumah, balai desa, masjid, kantor, pertokoan, pasar, stasiun kereta api, bengkel, arena olah raga, kebun, mobil, perahu, ataupun pesawat udara.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Luar Sekolah,Menurut Marzuki (2010), tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat seca
CIRI-CIRI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah lebih kepada praktisi agar warga belajar mampu menerapkan dalam pekerjaannya, tidak memandang usia, tidak di bagi atas jenjang, waktu penyampaian yang singkat ka
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan di luar sistem formal, tidak terikat jenjang dan struktur persekolahan dengan memberikan layanan kepada sasaran di
SATUAN DAN PROGRAM PLS
Kemajuan bidang PLS di Indonesia salah satunya ditandai oleh tercantumnya satuan dan program PLS di dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Di pasal 26 ayat 4 undang-undang tersebut disebu
TIPE PLS
Boyle (1981) membedakan program PLS dari segi perencanaannya kedalam tiga tipe, yaitu (a) developmental, (b) institutional, dan (c) informational. Program devel
WARGA BELAJAR DI PLS
Untuk menjadi peserta didik PLS pada dasarnya tidak ada persyaratan yang ketat. Siapa pun yang sadar bahwa dirinya butuh belajar tentang sesuatu hal agar dapat melaksanakan tugasny
RUANG LINGKUP PLS
Untuk mengetahui ruang lingkup PLS perlu dilihat terlebih dahulu ruang lingkup pendidikan. Bapak pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantoro, dalam andil perjuangannya untuk kemerdekaa
PKBM TERDEKAT
Bagi Warga Negara Indonesia yang karena sesuatu hal harus berhenti melanjutkan pendidikan pada tingkat dasar, dan belum/tidak tertampung di sekolah-sekolah formal karena faktor usia ata
KOMPONEN PKBM
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, Komponen PKBM terdiri dari: a. Komunitas binaan Setiap PKBM memiliki komunitas yang menjadi tujuan atau sasaran pengembangannya. Komuni
MENINGKATKAN PERAN PENDIDIKAN KESETARAAN
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, berbagai upaya dan solusi perlu diterapkan: Peningkatan Sosialisasi dan Promosi: Penting untuk meningkatkan sosialisasi dan promosi tent